Example floating
Example floating
Example 728x250
Keamanan

Aksi Penghadangan dan Pembegalan oleh OPM Semakin Meresahkan Warga Sipil di Papua

9
×

Aksi Penghadangan dan Pembegalan oleh OPM Semakin Meresahkan Warga Sipil di Papua

Sebarkan artikel ini
Example 468x60

Kabarnoken.com- Aksi kekerasan dan gangguan keamanan yang dilakukan oleh kelompok bersenjata Organisasi Papua Merdeka (OPM) kembali menuai kecaman dari berbagai kalangan. Dalam beberapa tahun terakhir, OPM terus melakukan serangkaian aksi yang tidak hanya menimbulkan korban jiwa, tetapi juga secara langsung merugikan masyarakat Papua, khususnya mereka yang tinggal di wilayah pedalaman dan rawan konflik.

Berbagai insiden seperti penembakan terhadap aparat keamanan, penyanderaan guru dan tenaga medis, perusakan fasilitas publik, hingga pengusiran warga dari kampungnya sendiri, telah memperparah kondisi sosial dan ekonomi masyarakat. Keberadaan kelompok OPM yang terus melakukan aksi-aksi anarkis dianggap sebagai hambatan utama dalam mewujudkan kedamaian dan pembangunan berkelanjutan di Bumi Cenderawasih.

Example 300x600

Meskipun OPM mengklaim memperjuangkan kemerdekaan dan hak-hak orang Papua, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa masyarakat sipil justru menjadi korban utama dari setiap aksi yang dilakukan kelompok ini. Kampung-kampung di daerah seperti Nduga, Intan Jaya, Pegunungan Bintang, Yahukimo, dan Maybrat telah berkali-kali mengalami pengungsian massal akibat serangan dan intimidasi dari OPM.

Menurut data dari lembaga kemanusiaan lokal, sepanjang tahun 2024 saja terdapat lebih dari 1.500 warga sipil yang terpaksa mengungsi dari kampung halamannya akibat gangguan keamanan. Banyak di antara mereka kini hidup dalam kondisi serba kekurangan di tempat-tempat penampungan darurat, tanpa akses layak terhadap makanan, air bersih, pendidikan, dan layanan kesehatan.

“Warga yang ingin hidup tenang justru diteror. Mereka takut kembali ke rumah, karena ancaman dari kelompok bersenjata masih terus ada,” ujar Maria T., seorang relawan kemanusiaan di wilayah Papua Tengah, Kamis (17/4/2025)

Salah satu pola yang berulang dalam aksi OPM adalah perusakan fasilitas umum yang dibangun pemerintah untuk kepentingan masyarakat, seperti sekolah, puskesmas, kantor distrik, hingga jembatan dan jalan raya. Hal ini berdampak langsung terhadap kualitas hidup masyarakat yang sangat bergantung pada infrastruktur dasar, terutama di daerah terpencil.

Baru-baru ini, kelompok OPM dilaporkan membakar bangunan sekolah dasar di Distrik Homeyo, Kabupaten Intan Jaya, sebagai bentuk penolakan terhadap kehadiran pemerintah pusat di wilayah tersebut. Akibatnya, ratusan anak-anak kehilangan akses pendidikan dan guru-guru memilih meninggalkan daerah tersebut karena alasan keamanan.

“Kalau semua fasilitas dihancurkan, lalu bagaimana kami bisa maju? Anak-anak kami ingin sekolah, bukan hidup dalam ketakutan,” kata seorang kepala kampung dari Intan Jaya yang tak ingin disebutkan namanya karena alasan keselamatan.

Selain berdampak pada kehidupan sosial masyarakat, aksi OPM juga menghambat pembangunan dan pertumbuhan ekonomi di Papua. Banyak proyek pembangunan infrastruktur, seperti jalan Trans Papua, pembangkit listrik, dan jembatan penghubung antar-distrik, harus dihentikan karena ancaman dari kelompok bersenjata.

Kontraktor dan tenaga kerja lokal enggan melanjutkan proyek di daerah rawan konflik, sehingga pembangunan pun terhambat. Pemerintah pusat menyatakan bahwa aksi sabotase yang dilakukan OPM telah menyebabkan kerugian besar, baik dari sisi anggaran maupun dari aspek waktu.

Tak hanya itu, OPM juga sering memeras masyarakat lokal dengan meminta “uang perjuangan” atau logistik. Jika permintaan mereka ditolak, tak jarang terjadi intimidasi, pemukulan, atau bahkan pembakaran rumah warga.

“Ini bukan perjuangan, ini pemerasan. Mereka merugikan rakyat yang katanya mereka bela,” ujar seorang tokoh adat di Kabupaten Puncak.

Di tengah situasi yang penuh ketidakpastian, banyak tokoh masyarakat dan kepala suku di Papua yang menyerukan agar kelompok OPM menghentikan kekerasan dan kembali ke pangkuan NKRI. Mereka menegaskan bahwa Papua membutuhkan kedamaian dan pembangunan, bukan konflik berkepanjangan.

Kepala suku besar di wilayah Pegunungan Tengah menyampaikan ajakan terbuka kepada para anggota OPM agar meninggalkan perjuangan bersenjata dan bergabung dalam upaya membangun Papua secara damai.

“Cukup sudah air mata dan darah tertumpah. Sekarang waktunya kita bersatu, bangun Papua, dan jaga generasi masa depan,” ujarnya dalam sebuah pertemuan adat.

Pemerintah pun terus mendorong pendekatan persuasif dan dialogis, sembari tetap melakukan penegakan hukum terhadap tindakan kriminal yang mengganggu ketertiban dan keselamatan masyarakat.

Ulah kelompok OPM yang terus menebar teror di Tanah Papua telah memberikan dampak luas dan mendalam bagi masyarakat lokal. Aksi mereka bukan hanya menghambat pembangunan, tetapi juga menyengsarakan rakyat yang mereka klaim perjuangkan. Kini, suara-suara dari akar rumput semakin kuat: rakyat Papua ingin damai, ingin sejahtera, dan ingin hidup normal tanpa bayang-bayang konflik.

Papua tidak akan pernah benar-benar maju jika kekerasan terus dibiarkan. Saatnya semua pihak menanggalkan senjata, duduk bersama, dan membangun Papua yang adil, aman, dan makmur untuk semua.

Example 300250
Example 120x600