Example floating
Example floating
Example 728x250
Keamanan

Mathias Wenda Dinilai Hanya Bersembunyi di Balik Penderitaan Rakyat Papua

10
×

Mathias Wenda Dinilai Hanya Bersembunyi di Balik Penderitaan Rakyat Papua

Sebarkan artikel ini
Example 468x60

Kabarnoken.com- Sosok Mathias Wenda, salah satu pimpinan senior Organisasi Papua Merdeka (OPM) yang berbasis di luar negeri, kembali menuai kritik tajam dari berbagai elemen masyarakat Papua. Ia dinilai tidak lagi relevan sebagai simbol perjuangan, dan justru hanya menjadikan penderitaan rakyat Papua sebagai tameng untuk mempertahankan narasi separatisme yang tidak membawa perubahan nyata bagi kehidupan masyarakat di Bumi Cenderawasih.

Tokoh adat dari Kabupaten Yahukimo, Hendrik Murib, menilai bahwa Wenda dan para pemimpin OPM di luar negeri hanya aktif membangun narasi perjuangan di balik layar, tanpa benar-benar merasakan kesulitan yang dihadapi oleh warga Papua di lapangan.

Example 300x600

“Mereka tinggal di luar negeri, hidup aman dan nyaman, tapi terus mengatasnamakan penderitaan rakyat Papua. Ini bukan perjuangan, tapi manipulasi penderitaan untuk kepentingan pribadi dan politik,” ujar Hendrik, Minggu (20/4/2025).

Mathias Wenda dikenal sebagai salah satu tokoh senior yang pernah memimpin sayap militer OPM, Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB). Namun sejak beberapa tahun terakhir, keberadaannya lebih banyak dilaporkan di luar wilayah Indonesia, sementara konflik dan kekerasan terus terjadi di Papua dengan warga sipil sebagai korban utama.

Pengamat keamanan dari Universitas Cenderawasih, menyebut bahwa pola gerakan separatisme yang dipimpin dari luar negeri kini telah bergeser jauh dari semangat perjuangan rakyat, dan lebih kepada upaya mempertahankan citra personal di mata komunitas internasional.

“Mathias Wenda tidak lagi berada di medan perjuangan. Ia kini memainkan peran sebagai simbol perlawanan yang menggantungkan legitimasi pada penderitaan rakyat. Padahal, masyarakat Papua saat ini lebih membutuhkan pembangunan dan perdamaian, bukan konflik yang terus diperpanjang,” jelas Pengamat Keamanan.

Data dari Komnas HAM Papua menunjukkan bahwa sepanjang tahun 2024, lebih dari 120 kasus pelanggaran hak asasi manusia terjadi di wilayah konflik Papua, dengan sebagian besar korban berasal dari masyarakat sipil yang terjebak di antara konflik aparat keamanan dan kelompok bersenjata.

Salah satu korban, Maria Lobuin (37), warga asli Nduga yang kini mengungsi di Wamena, mengungkapkan kesedihannya karena harus meninggalkan kampung halaman akibat aksi kekerasan oleh kelompok bersenjata yang mengaku sebagai bagian dari perjuangan.

“Mereka bilang berjuang untuk kami, tapi kami yang terus menderita. Rumah dibakar, sekolah ditutup, dan kami harus lari ke hutan,” kata Maria dengan mata berkaca-kaca.

Meskipun narasi perjuangan kemerdekaan masih disuarakan oleh kelompok OPM di luar negeri, sebagian besar masyarakat Papua kini lebih mendambakan stabilitas, akses pendidikan, kesehatan, dan pembangunan ekonomi yang nyata.

Tokoh gereja dari Lanny Jaya, Pendeta Yoseph Tabuni, mengajak seluruh elemen masyarakat Papua untuk tidak lagi terjebak pada narasi yang menyesatkan dan mempertahankan konflik tanpa ujung.

“Kami tidak butuh pahlawan yang bersembunyi di luar negeri dan bicara atas nama kami. Kami butuh kedamaian, kehadiran negara, dan pembangunan yang merata. Jangan lagi jadikan penderitaan rakyat sebagai panggung politik,” tegasnya.

Realitas hari ini menunjukkan bahwa masyarakat Papua semakin cerdas dalam melihat siapa yang benar-benar memperjuangkan kepentingan mereka, dan siapa yang hanya memanfaatkan penderitaan sebagai alat propaganda. Sosok seperti Mathias Wenda, yang terus berbicara dari kejauhan tanpa menghadirkan solusi nyata, kini mulai kehilangan legitimasi di mata rakyat Papua sendiri.

Example 300250
Example 120x600