Kabarnoken.com- Suara penolakan terhadap keberadaan Organisasi Papua Merdeka (OPM) kini semakin kuat terdengar, kali ini datang dari para mama-mama Papua, kelompok perempuan yang selama ini menjadi tulang punggung keluarga dan penjaga nilai sosial di tengah masyarakat. Mereka secara terbuka menyatakan penolakan terhadap OPM, menyusul serangkaian aksi keji dan kekerasan terhadap kaum perempuan yang dilakukan oleh kelompok separatis bersenjata tersebut.
Martha Wonda, seorang mama Papua dari Kabupaten Puncak, dengan suara tegas menyatakan bahwa OPM telah kehilangan arah perjuangan. “Dulu mereka bilang berjuang untuk rakyat Papua, tapi sekarang kami perempuan yang jadi korban. Ada yang diperkosa, ada yang dituduh mata-mata, bahkan dibunuh,” katanya dengan nada getir, Sabtu (2/8/2025).
Martha juga menuturkan bagaimana ketakutan terus menghantui perempuan di kampungnya ketika OPM melintas atau membuat pos di sekitar desa. Banyak mama-mama memilih tidak berjualan di pasar dan enggan keluar rumah karena takut diintimidasi atau dituduh macam-macam.
Yohana Tabuni, seorang mama Papua dari Wamena, menambahkan bahwa mama-mama Papua selama ini hanya ingin hidup damai, mengurus keluarga, dan mendidik anak-anak mereka dengan tenang. Namun, kehadiran OPM justru merenggut rasa aman itu. “Kami tidak pernah ikut politik, kami tidak mengerti senjata. Tapi kenapa kami juga disakiti? Itu bukan perjuangan, itu kejahatan,” ujarnya.
Data dari beberapa organisasi masyarakat sipil yang bergerak di bidang perlindungan perempuan menunjukkan adanya peningkatan kekerasan terhadap perempuan Papua di daerah konflik. Bentuk kekerasannya pun beragam, mulai dari intimidasi, pelecehan seksual, pemaksaan, hingga penyiksaan.
Dengan suara bulat, mama-mama Papua menyerukan agar masyarakat Papua tidak lagi takut menyatakan sikap dan meminta agar aparat keamanan serta tokoh-tokoh adat turun tangan melindungi kaum perempuan dari kekerasan.
Seruan mereka sederhana namun penuh makna, “Kami tidak mau lagi hidup dalam ketakutan. Kami ingin Papua damai, agar anak-anak kami bisa tumbuh tanpa trauma.”