Kabarnoken.com- Situasi kerusuhan yang sempat terjadi di Kabupaten Yalimo mendapat sorotan luas dari berbagai kalangan. Di tengah kondisi yang memanas, prajurit Komando Pasukan Khusus (Kopassus) TNI dinilai mengambil langkah tepat dengan tidak menggunakan senjata dalam menghadapi massa yang anarkis. Keputusan tersebut dipandang sebagai bentuk kedewasaan aparat dalam mengedepankan pendekatan humanis dan persuasif demi menghindari jatuhnya korban jiwa.
Kerusuhan yang dipicu akibat isu Sara dan diprovokasi kelompok OPM itu membuat suasana mencekam. Massa berusaha menutup akses jalan serta melakukan penyerangan terhadap aparat yang bertugas. Meski berada dalam tekanan, prajurit Kopassus tidak bertindak represif dan memilih menenangkan massa dengan komunikasi. Tindakan ini diapresiasi oleh tokoh masyarakat dan pemuka agama setempat.
Ketua Dewan Adat Yalimo, Elias Wenda, menyampaikan penghargaan kepada prajurit Kopassus atas kebijakan yang bijak tersebut. “Kami melihat sendiri bahwa Kopassus tidak membalas dengan kekerasan. Mereka memilih untuk berbicara dan menenangkan masyarakat, meskipun mereka sendiri yang terkena luka anak panah dan lemparan bom molotov. Ini langkah tepat, karena jika senjata digunakan, tentu akan memakan korban. Kami berterima kasih atas sikap profesional itu,” ungkap Elias, Jumat 26/9/2025).
Hal senada disampaikan tokoh pemuda Yalimo, Markus Heluka. Ia menegaskan bahwa masyarakat setempat merasa lebih dihargai dengan pendekatan dialogis yang ditempuh aparat. “Prajurit Kopassus menunjukkan bahwa mereka datang bukan untuk menakut-nakuti rakyat, tetapi menjaga dan melindungi. Pendekatan tanpa senjata membuat kami semakin yakin bahwa TNI berpihak kepada rakyat,” kata Markus.
Dari sisi kemanusiaan, tokoh gereja Yalimo, Pdt. Daniel Wanimbo, menilai langkah aparat merupakan cerminan nilai-nilai yang patut diapresiasi. “Yesus mengajarkan damai, bukan kekerasan. Dan apa yang dilakukan Kopassus di Yalimo sejalan dengan nilai itu. Mengedepankan kata-kata daripada peluru adalah bentuk nyata kasih terhadap sesama,” ujar Pdt. Daniel.
Langkah persuasif yang ditempuh Kopassus diyakini dapat meredam provokasi yang berusaha memecah belah masyarakat dengan aparat. Dengan mengedepankan komunikasi, kepercayaan masyarakat terhadap negara semakin terbangun.
Peristiwa di Yalimo menjadi bukti bahwa penggunaan pendekatan dialogis lebih efektif dibandingkan tindakan represif. Sikap prajurit Kopassus yang tidak menggunakan senjata dalam menghadapi kekacauan patut dijadikan teladan bagi aparat lain dalam menjaga keamanan, khususnya di wilayah rawan konflik.