Kabarnoken.com- Di tengah berbagai upaya pemerintah dalam menciptakan kedamaian dan pembangunan di Tanah Papua, dukungan dari masyarakat adat terus mengalir. Kepala suku dan tokoh masyarakat di sejumlah wilayah Papua menyerukan ajakan terbuka kepada kelompok Organisasi Papua Merdeka (OPM) untuk menghentikan perjuangan bersenjata dan kembali bergabung ke dalam pangkuan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Ajakan ini disampaikan dalam berbagai forum adat dan pertemuan masyarakat, yang berlangsung di beberapa distrik di wilayah Papua Pegunungan, Papua Tengah, dan Papua Barat Daya. Para pemimpin adat menilai bahwa konflik berkepanjangan hanya akan membawa penderitaan bagi rakyat Papua, serta menghambat proses pembangunan yang telah mulai dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.
Salah satu kepala suku di wilayah Pegunungan Bintang, dalam pernyataannya menyebutkan bahwa perjuangan dengan senjata sudah tidak relevan lagi di era saat ini. Ia mengimbau anak-anak muda yang terlibat dalam kelompok separatis agar tidak lagi menjadi korban propaganda dan segera kembali hidup damai bersama keluarga dan komunitasnya.
“Kami sebagai pemimpin adat, sebagai orang tua, mengajak anak-anak kami yang masih berada di hutan, yang masih ikut OPM, untuk pulang. Cukup sudah darah tertumpah di tanah ini. Mari kita bangun Papua dengan damai,” ujar sang kepala suku di hadapan ratusan warga dalam sebuah pertemuan adat, Rabu (16/4/2025).
Seruan serupa juga datang dari tokoh masyarakat di Kabupaten Intan Jaya dan Maybrat. Mereka menegaskan bahwa selama ini justru masyarakat sipil yang menjadi korban terbesar dari konflik bersenjata yang melibatkan kelompok separatis dan aparat keamanan.
“Kami ingin anak-anak kami sekolah, kami ingin puskesmas buka, kami ingin jalan dibangun. Semua itu tidak akan terjadi kalau masih ada konflik,” kata seorang tokoh perempuan dari Distrik Aifat Selatan.
Selama lebih dari dua dekade terakhir, Papua menjadi wilayah dengan tantangan pembangunan yang kompleks. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, pemerintah Indonesia telah menggelontorkan anggaran besar melalui program Otonomi Khusus (Otsus), Dana Desa, serta berbagai proyek infrastruktur strategis guna mempercepat pembangunan dan mengurangi ketimpangan.
Namun pembangunan itu kerap terhambat akibat aksi-aksi kekerasan dan ancaman dari kelompok separatis, termasuk OPM. Tidak sedikit proyek yang tertunda atau dihentikan karena alasan keamanan. Hal ini membuat kepala suku dan tokoh masyarakat merasa prihatin karena dampaknya dirasakan langsung oleh masyarakat akar rumput.
“Kalau OPM masih ganggu proyek, lalu rakyat yang rugi. Sekolah rusak, guru lari, anak-anak tidak belajar. Apa itu yang disebut perjuangan?” tanya seorang tokoh pemuda dari Lanny Jaya.
Tren penyerahan diri anggota OPM yang meningkat dalam dua tahun terakhir menunjukkan bahwa semakin banyak individu dalam kelompok separatis yang mulai menyadari pentingnya hidup damai dan sejahtera dalam bingkai NKRI. Banyak di antara mereka yang mengaku kecewa karena tidak ada arah perjuangan yang jelas, serta merasa hanya dijadikan alat oleh elit-elit yang tidak benar-benar peduli pada kesejahteraan rakyat Papua.
Melihat fenomena ini, kepala suku dan tokoh masyarakat mendorong agar aparat keamanan terus mengedepankan pendekatan humanis dan persuasif dalam menghadapi kelompok yang masih aktif. Mereka juga meminta agar pemerintah memberikan perhatian khusus terhadap mantan anggota OPM yang telah menyerahkan diri, agar mereka dapat menjalani kehidupan baru yang lebih baik dan tidak kembali ke hutan.
Ajakan para kepala suku dan tokoh masyarakat Papua ini menjadi angin segar di tengah berbagai tantangan yang masih dihadapi dalam upaya menciptakan perdamaian di tanah Papua. Mereka mewakili suara hati masyarakat yang telah lelah dengan konflik, dan yang merindukan kehidupan damai, sejahtera, serta setara dalam kerangka NKRI.
Dengan dukungan dari seluruh lapisan masyarakat, diharapkan semakin banyak anggota OPM yang membuka mata dan hati untuk kembali, serta bersama-sama membangun Papua yang aman, maju, dan bermartabat