Kabarnoken.com- Suasana mencekam meliputi Distrik Mewoluk, Kabupaten Puncak Jaya, Papua Tengah, setelah kelompok bersenjata Organisasi Papua Merdeka (OPM) melancarkan serangan brutal pada Senin (11/8/2025). Serangan tersebut memaksa puluhan warga Kampung Biak, termasuk anak-anak dan lansia, mengungsi ke hutan demi menyelamatkan diri.
Berdasarkan keterangan warga, aksi kekerasan itu dimulai oleh Kelompok bersenjata OPM menembaki permukiman dan membakar sejumlah rumah honai milik gereja di lokasi Klasis GIDI Mewoluk, Wilayah Yamo. Api dengan cepat melahap bangunan yang terbuat dari kayu dan jerami, hingga rata dengan tanah.
“Kami hanya sempat menyelamatkan pakaian yang melekat di badan. Semua barang, termasuk hasil kebun, terbakar. Anak-anak menangis ketakutan,” ujar warga Kampung, Yonas Telenggen, yang kini bersama – sama di hutan sekitar tiga kilometer dari kampung, Selasa (12/8/2025).
Ketua Klasis GIDI Mewoluk, Pendeta Markus Yamo, menyatakan keprihatinan mendalam. “Gereja adalah rumah ibadah dan tempat masyarakat mendapatkan penguatan rohani. Membakar honai milik gereja sama saja melukai hati seluruh jemaat. Kami mengutuk keras tindakan ini dan memohon aparat segera mengambil langkah,” ucapnya.
Aksi kekerasan ini mendapat kecaman dari tokoh masyarakat Papua Tengah, Yafet Tabuni. Menurutnya, serangan terhadap warga sipil justru merugikan perjuangan yang diklaim kelompok bersenjata. “Jika yang diperjuangkan adalah masa depan Papua, seharusnya melindungi rakyat, bukan menakut-nakuti. Serangan seperti ini hanya memperdalam luka dan memperlebar jarak antara masyarakat dan pelaku,” tegasnya.
Sampai saat ini, warga pengungsi masih bertahan di hutan dengan kondisi memprihatinkan. Minimnya persediaan makanan, air bersih, dan perlengkapan medis menambah beban penderitaan. Beberapa organisasi kemanusiaan lokal berusaha mengirim bantuan, namun terkendala situasi keamanan di lapangan.
Warga berharap situasi di Kampung Biak segera aman, sehingga mereka bisa pulang dan memulai kembali kehidupan yang hancur akibat serangan ini. “Kami ingin damai. Kami ingin anak-anak bisa sekolah tanpa takut mendengar suara tembakan,” tutup Yonas Telenggen dengan suara lirih.