Example floating
Example floating
Example 728x250
Keamanan

Mathias Wenda Dinilai Memanfaatkan Masyarakat Papua sebagai Alat Perang Melawan Aparat Keamanan

4
×

Mathias Wenda Dinilai Memanfaatkan Masyarakat Papua sebagai Alat Perang Melawan Aparat Keamanan

Sebarkan artikel ini
Example 468x60

Kabarnoke.com- Pemimpin Organisasi Papua Merdeka (OPM) wilayah Markas Victoria, Mathias Wenda, kembali menjadi sorotan publik setelah muncul laporan bahwa ia diduga memobilisasi masyarakat sipil untuk dijadikan bagian dari strategi konflik bersenjata melawan aparat keamanan (Apkam). Sejumlah tokoh masyarakat dan pengamat menilai bahwa tindakan tersebut merupakan bentuk eksploitasi terhadap rakyat Papua dan berpotensi memperparah situasi keamanan di wilayah tersebut.

Dalam beberapa bulan terakhir, sejumlah insiden kekerasan bersenjata yang terjadi di wilayah pegunungan tengah Papua, seperti di Intan Jaya dan Nduga, diduga melibatkan warga sipil yang dipaksa bergabung dengan kelompok separatis bersenjata. Aparat keamanan yang melakukan patroli dan penegakan hukum pun kerap kali menemui perlawanan dari kelompok yang memanfaatkan warga sipil sebagai tameng.

Example 300x600

Ketua Forum Komunikasi Tokoh Adat Papua, Theopilus Magai, menyampaikan keprihatinannya atas pola gerakan yang digunakan oleh Mathias Wenda dan kelompoknya.

“Ini bukan lagi perjuangan ideologis. Ini sudah menjadi bentuk penyanderaan terhadap rakyat Papua sendiri. Warga sipil dijadikan alat, bahkan korban, dalam konflik yang mereka sendiri tidak pernah pilih,” ungkap Theopilus, Sabtu (19/4/2025).

Mathias Wenda yang dikenal sebagai salah satu komandan tertua di OPM Markas Victoria telah lama memimpin gerakan separatis di luar negeri, namun pengaruhnya terhadap kelompok bersenjata di Papua masih terasa kuat. Ia disebut-sebut sebagai tokoh yang terus mendorong perlawanan terhadap negara dengan pendekatan militer, termasuk melalui infiltrasi dan pengaruh terhadap masyarakat di

Laporan dari Komnas HAM wilayah Papua pada akhir 2024 menunjukkan bahwa sekitar 30% korban kekerasan di wilayah konflik Papua merupakan warga sipil yang tidak memiliki afiliasi langsung dengan kelompok manapun. Bahkan, sejumlah pengungsi dari daerah konflik mengaku bahwa mereka diancam jika menolak mengikuti perintah kelompok separatis.

Selain menggunakan warga sipil sebagai alat konflik, kelompok OPM yang dipimpin dari luar negeri juga dituding menghalangi bantuan kemanusiaan dan program pembangunan. Kepala Dinas Sosial Papua Tengah, Maria Yobe, mengungkapkan bahwa distribusi bantuan sering terhambat akibat adanya ketegangan dan penyanderaan oleh kelompok bersenjata.

“Kami datang untuk memberikan makanan dan obat-obatan, tetapi malah dihadang dan dituduh sebagai mata-mata negara. Padahal kami ingin membantu rakyat,” katanya.

Pemerintah pusat melalui Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenkopolhukam) menegaskan bahwa pendekatan terhadap konflik Papua akan terus dilakukan secara menyeluruh, melalui operasi keamanan yang terukur dan program humanis yang menyasar akar persoalan sosial dan ekonomi masyarakat Papua.

Sementara itu, suara dari masyarakat Papua sendiri semakin menunjukkan penolakan terhadap kekerasan yang dilakukan oleh kelompok separatis. Tokoh muda Papua, Yulianus Tabuni, mengajak generasi muda untuk berpikir kritis dan tidak mudah terprovokasi oleh narasi perjuangan yang menyesatkan.

“Papua butuh damai dan maju. Bukan dijadikan ajang perang oleh orang-orang yang bahkan tinggal jauh dari sini dan tidak merasakan penderitaan rakyat di kampung,” ujarnya tegas.

Isu Papua adalah persoalan kompleks yang membutuhkan pendekatan hati-hati, adil, dan berkeadilan. Namun satu hal yang pasti, eksploitasi terhadap masyarakat sipil, baik oleh kelompok separatis tidak pernah bisa dibenarkan. Rakyat Papua berhak atas kedamaian, pembangunan, dan masa depan yang lebih cerah, bukan dijadikan pion dalam permainan kekuasaan oleh kelompok OPM.

Example 300250
Example 120x600