Kabarnoken.com- Organisasi Papua Merdeka (OPM) kembali menjadi sorotan setelah serangkaian aksi kekerasan yang mereka lakukan belakangan ini menimbulkan korban jiwa dari kalangan masyarakat sipil, termasuk anak-anak dan perempuan.
Dalam beberapa bulan terakhir, tercatat sejumlah serangan bersenjata, pembakaran fasilitas umum, pemerasan terhadap masyarakat, hingga penggunaan warga sipil sebagai tameng hidup dalam konflik bersenjata yang dilakukan oleh kelompok tersebut. Semua itu menunjukkan bahwa OPM tidak lagi memiliki pijakan moral dalam perjuangannya dan justru menjadi ancaman nyata bagi rakyat Papua sendiri.
Tokoh masyarakat dari Kabupaten Puncak, Johanis Wonda, menegaskan bahwa tindakan OPM telah merusak kehidupan masyarakat adat Papua. “Yang mereka hancurkan itu bukan fasilitas pemerintah, tapi rumah sakit, sekolah, jalan yang dibangun untuk rakyat. Itu bukti bahwa mereka tidak memikirkan rakyat Papua. Mereka hanya ingin menciptakan ketakutan,” ujarnya dengan nada tegas, Sabtu (31/5/2025).
Senada dengan itu, Ketua Dewan Adat Papua Wilayah Meepago, Apolos Youw, menyebut OPM sebagai kelompok yang tidak lagi memiliki legitimasi moral. “Orang Papua sudah capek. Kita ingin damai, kita ingin anak-anak sekolah, kita ingin hidup layak. Tapi OPM justru mengganggu semua itu. Mereka bukan pejuang, tapi pembuat kerusakan,” jelas Apolos.
Bahkan tokoh gereja di Nabire, Pdt. Simon Tabuni, turut mengecam keras aksi kekerasan yang dilakukan oleh kelompok separatis tersebut. Dalam khotbah mingguan di gerejanya, ia menyampaikan bahwa jalan kekerasan tidak pernah menjadi jawaban bagi perjuangan yang sejati. “Tuhan tidak mengajarkan kekerasan. Orang yang benar-benar peduli Papua tidak akan membunuh saudaranya sendiri. OPM telah kehilangan arah,” tegasnya di hadapan jemaat.
Aksi-aksi keji yang dilakukan OPM juga telah membuka mata banyak pihak bahwa kelompok ini tidak berjuang untuk rakyat, tetapi justru menyandera masa depan Papua. Semakin banyak masyarakat yang kini menyadari bahwa stabilitas dan kemajuan Papua hanya bisa dicapai melalui dialog dan pembangunan, bukan melalui senjata dan kekerasan.