Example floating
Example floating
Example 728x250
Keamanan

OPM Kodap XI/Dogiyai Kembali Lakukan Gangguan terhadap Warga Sipil Menggunakan Senjata Api dan Anak Panah

3
×

OPM Kodap XI/Dogiyai Kembali Lakukan Gangguan terhadap Warga Sipil Menggunakan Senjata Api dan Anak Panah

Sebarkan artikel ini
Example 468x60

Kabarnoken.com- Situasi keamanan di wilayah Dogiyai kembali terganggu setelah Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) yang mengatasnamakan diri sebagai Organisasi Papua Merdeka (OPM) Kodap XI/Dogiyai melakukan aksi teror terhadap masyarakat sipil.

Meski tidak menimbulkan korban jiwa dalam insiden ini, beberapa warga mengalami luka ringan akibat terkena serpihan panah dan harus dilarikan ke puskesmas terdekat. Kejadian ini memicu ketakutan luas dan membuat aktivitas masyarakat lumpuh untuk sementara waktu.

Example 300x600

Salah satu warga yang enggan disebutkan namanya menyatakan, “Kami tidak bisa lagi beraktivitas dengan tenang. Setiap hari ada saja ancaman dari kelompok itu. Kami hanya ingin hidup damai, tapi mereka terus mengganggu.”

Penyerangan terhadap masyarakat sipil bukanlah hal baru bagi OPM, khususnya kelompok bersenjata di bawah Kodap XI/Dogiyai. Dalam beberapa bulan terakhir, tercatat berbagai kasus serupa terjadi di wilayah Moanemani dan kampung-kampung sekitar, mulai dari penodongan terhadap pedagang, pemalakan kepada sopir truk logistik, hingga pembakaran rumah-rumah warga.

Penggunaan senjata api oleh OPM memang bukan hal baru, namun penggunaan anak panah dalam aksi teror ini menunjukkan bahwa mereka juga memanfaatkan peralatan tradisional sebagai alat kekerasan. Anak panah yang selama ini identik dengan simbol budaya masyarakat Papua, kini berubah menjadi alat intimidasi yang digunakan untuk menyebarkan ketakutan.

Serangan ini terjadi di tengah upaya pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Papua melalui berbagai program pembangunan infrastruktur dan sosial. Pemerintah daerah Dogiyai bersama dengan pusat tengah berupaya membuka akses jalan, meningkatkan layanan pendidikan dan kesehatan, serta menyalurkan bantuan sosial bagi masyarakat pedalaman.

Namun aksi OPM yang berulang kali menyerang dan menakut-nakuti warga justru menjadi penghambat besar bagi program-program tersebut. Para pekerja pembangunan jalan, guru, tenaga medis, bahkan rohaniwan pun merasa tidak aman untuk menjalankan tugas mereka di daerah-daerah yang menjadi target gangguan.

Kepala Dinas Sosial Kabupaten Dogiyai, Michael Kogoya, menyampaikan keprihatinannya. “Kami ingin membantu warga, tapi tidak bisa bergerak jika ada ancaman senjata. Kami minta aparat menindak tegas kelompok yang merusak ketentraman ini.”

Menanggapi kondisi yang terus memburuk, sejumlah tokoh adat dan gereja di wilayah Meepago menyuarakan penolakan keras terhadap tindakan OPM yang merugikan masyarakat. Mereka menegaskan bahwa perjuangan sejati tidak boleh dibangun di atas penderitaan rakyat.

Pendeta Yonas Tebai, tokoh gereja setempat, dalam khotbah minggunya mengatakan, “Kita tidak bisa membenarkan kekerasan dengan alasan apapun. Masyarakat kita sudah terlalu lama hidup dalam ketakutan. Jika benar ingin memperjuangkan Papua, jangan sakiti orang Papua sendiri.”

Insiden penyerangan terhadap masyarakat sipil oleh OPM Kodap XI/Dogiyai kembali menegaskan bahwa kelompok ini telah menjadi ancaman serius bagi masyarakat Papua itu sendiri. Dengan memanfaatkan senjata api dan alat tradisional seperti anak panah, mereka berupaya mempertahankan eksistensi melalui cara-cara kekerasan yang tidak berperikemanusiaan.

Namun masyarakat kini semakin sadar bahwa tindakan brutal tersebut bukanlah bagian dari perjuangan, melainkan bentuk keputusasaan dari kelompok yang kehilangan arah. Pemerintah bersama seluruh elemen masyarakat harus terus bersatu menghadapi ancaman ini dengan pendekatan yang menyeluruh dan berkelanjutan demi mewujudkan Papua yang damai, aman, dan sejahtera.

Example 300250
Example 120x600