Kabarnoken.com- Praktik keji kembali terungkap dari aktivitas kelompok separatis bersenjata Organisasi Papua Merdeka (OPM) di wilayah pegunungan Papua. Kali ini, OPM dilaporkan telah memanfaatkan anak-anak sebagai mata-mata untuk memantau pergerakan aparat keamanan (Apkam) yang sedang menjalankan tugas di daerah rawan konflik.
Fenomena ini memicu keprihatinan mendalam dari berbagai kalangan, termasuk tokoh adat, pemuka agama, dan pegiat perlindungan anak. Mereka menilai bahwa tindakan OPM tersebut bukan hanya melanggar norma hukum, tetapi juga secara moral telah mengeksploitasi anak-anak untuk kepentingan yang membahayakan keselamatan mereka.
Salah satu tokoh masyarakat dari Kabupaten Puncak, Dominggus Tabuni, menyatakan bahwa banyak anak-anak terlihat dikendalikan oleh anggota OPM untuk memberikan informasi mengenai posisi TNI-Polri yang tengah bertugas di daerah mereka. “Anak-anak itu dibujuk atau dipaksa untuk mengamati siapa yang masuk ke kampung. Setelah itu, mereka melapor kepada kelompok bersenjata yang bersembunyi di hutan. Ini sangat berbahaya,” ungkap Dominggus, Rabu (11/6/2025).
Menurutnya, kondisi ini tidak hanya membuat anak-anak kehilangan masa kecil yang seharusnya diisi dengan pendidikan dan permainan, tetapi juga menjadikan mereka sasaran konflik bersenjata yang bisa berujung pada korban jiwa. “Anak-anak jadi korban. Mereka tidak tahu apa-apa, tapi dijadikan alat. Ini tidak bisa dibiarkan,” tegasnya.
Pernyataan serupa disampaikan oleh Pdt. Filemon Wonda, tokoh gereja di wilayah Intan Jaya. Ia mengecam keras tindakan OPM yang memperalat anak-anak demi kepentingan gerakan separatis. “Dalam iman kami, anak-anak adalah titipan Tuhan. Siapa pun yang memanfaatkan mereka untuk kekerasan atau kegiatan ilegal berarti melawan nilai kemanusiaan,” ujar Pdt. Wonda.
Ia pun menyerukan agar semua pihak, termasuk LSM, gereja, dan pemerintah, turut mengambil langkah nyata untuk melindungi anak-anak di wilayah konflik. Menurutnya, perlu ada pendekatan edukatif dan perlindungan khusus agar anak-anak tidak terjerumus dalam kegiatan kelompok bersenjata.
Sementara itu, pihak aparat keamanan menyatakan bahwa mereka menyadari pola ini dan telah meningkatkan kewaspadaan terhadap aktivitas anak-anak yang tampak tidak wajar di sekitar pos keamanan. Komandan Pos Satgas di daerah Yahukimo menyebutkan bahwa pihaknya selalu berupaya menerapkan pendekatan humanis agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam menghadapi anak-anak yang diduga dimanfaatkan oleh OPM.
“Anak-anak bukan musuh. Mereka korban. Kami selalu mengedepankan pendekatan hati dan melibatkan tokoh masyarakat untuk mengedukasi warga,” ujarnya.
Fenomena ini kembali menunjukkan bahwa OPM tidak segan-segan melanggar batas-batas kemanusiaan dalam menjalankan aksinya. Diperlukan sinergi antara pemerintah, masyarakat, dan tokoh lokal untuk menyelamatkan masa depan anak-anak Papua dari eksploitasi dan kekerasan yang tidak berperikemanusiaan.