Kabarnoken.com- Pemerintah Provinsi Papua Barat dan Papua Barat Daya sepakat mengelola bersama bentang alam Mahkota Permata Tanah Papua (MPTP). Lokasi ini merupakan kawasan hutan seluas 2,3 juta hektare yang menjadi pusat keanekaragaman hayati dan sumber kehidupan masyarakat adat.
Para pemangku kepentingan lintas sektor, yaitu pemerintah, masyarakat adat, lembaga swadaya masyarakat, akademisi, mitra pembangunan, dan pihak swasta menyusun skema tata kelola kolaboratif pada workshop yang berlangsung 30-31 Juli 2025.
Workshop tersebut mewadahi penyusunan skema tata kelola yang sesuai dengan karakter sosial, budaya, dan ekologi kawasan. Kesepakatan yang dicapai, akan menjadi dasar pembentukan model kelembagaan pengelolaan MPTP.
Direktur Program Sahul Papua dari Konservasi Indonesia, Robeth Mandosir, menyatakan perlu pengelolaan terpadu dan kolaboratif untuk memaksimalkan potensi bentang alam MPTP.
Meskipun telah tercantum dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Papua Barat, pengelolaan kawasan dinilai masih membutuhkan kolaborasi yang kuat, terstruktur, dan inklusif.
“Untuk mendukung pembentukan forum ini, peserta workshop juga sepakat membentuk tim koordinasi yang bertugas menajamkan rekomendasi, melakukan sosialisasi, serta mengawal proses pembentukan kelembagaan secara definitif,” jelas Robeth, Sabtu (2/8/2025).
Sekretariat Tim Koordinasi akan ditempatkan di Bappeda Provinsi Papua Barat dan di Bappeda Provinsi Papua Barat Daya.
MPTP mencakup lima titik, yaitu Manokwari, Manokwari Selatan, Pegunungan Arfak, Teluk Bintuni di Papua Barat, dan Tambrauw di Papua Barat Daya. Terdapat hutan tropis, rawa, mangrove, dan lebih dari 50 daerah aliran sungai penopang kehidupan ribuan masyarakat adat.
Kawasan tersebut memiliki potensi besar untuk ekonomi hijau semacam ekowisata dan jasa lingkungan berbasis kearifan lokal. Pasalnya, tutupan hutan masih mendominasi kawasan ini.
Bentang Alam MPTP telah diakui sebagai kawasan strategis karena nilai ekologis yang tinggi, kekayaan budaya, serta perannya dalam mendukung ekonomi masyarakat adat.
“Pengelolaan berbasis lanskap melalui pendekatan terpadu hulu-hilir dan kolaborasi multipihak diharapkan mampu menyatukan batas administratif, mengintegrasikan kewenangan, dan menyinergikan kekuatan,” tutur Gubernur Papua Barat, Dominggus Mandacan.
Dominggus menambahkan, kerja sama antara berbagai pihak ini dapat membantu penjagaan hutan dan keanekaragaman hayati, meningkatkan kesejahteraan masyarakat adat, dan mendukung solusi iklim berbasis alam.
Sejalan dengan itu, Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Pertanahan Provinsi Papua Barat Daya Julian Kelli Kambu menyatakan kesiapan Papua Barat Daya sebagai contoh pengelolaan sumber daya yang menghargai kearifan lokal.
Praktek baik tersebut sekaligus memperkuat ketahanan iklim dan mendorong pembangunan berkelanjutan yang inklusif dan adil.
“Kami ingin pengelolaan yang adil, berkelanjutan, dan berbasis masyarakat. Inisiatif ini menunjukkan bahwa Papua tidak tertinggal dalam inovasi tata kelola lanskap,” tutur Julian.