Kabarnoken.com- Fenomena kebangkitan perempuan adat di Papua Selatan semakin nyata, ditandai dengan lahirnya berbagai organisasi kultur yang menjadi wadah pembentukan karakter asli perempuan dari berbagai suku. Momentum ini mendapat sorotan khusus dalam peringatan Hari Masyarakat Adat Sedunia yang jatuh pada 9 Agustus. Beatrix Gebze, Direktur Lembaga Advokasi Perempuan (El-AdPer) Merauke, menegaskan organisasi-organisasi ini dibentuk untuk memastikan perempuan adat memiliki peran penting dalam menjaga identitas diri dan budaya di tengah derasnya arus perubahan.
Sejak 2011, Beatrix yang berdarah Marind aktif melakukan advokasi dan pendampingan bagi perempuan-perempuan adat di Papua Selatan. Ia menekankan bahwa identitas hakiki perempuan adat melekat pada wilayah adat yang di dalamnya terdapat hutan, sungai, rawa, kali, dan nilai-nilai kearifan lokal. Dalam setiap kegiatan, ia selalu memperhatikan prinsip kesetaraan gender agar advokasi tidak bias, dengan melibatkan perempuan dan laki-laki adat secara seimbang.
Melalui El-AdPer, Beatrix menginisiasi berbagai program edukasi dan motivasi, mulai dari pendidikan, kesehatan, ekonomi, hingga pelestarian budaya, yang diwujudkan lewat sekolah kampung. Menurutnya, perempuan adat adalah ujung tombak kehidupan komunitas. Mereka berkebun, memangkur sagu, menjual hasil bumi, mendidik anak, mengatur keuangan, namun tak jarang mengalami ketidakadilan, bahkan kekerasan fisik maupun psikologis.
“Perempuan adalah ujung tombak yang dapat terus menjaga nilai-nilai kearifan lokal dan identitas adat. Namun, dukungan laki-laki adat yang berintegritas juga sangat penting,” tegas Beatrix, Minggu (10/8/2025).
Ia berharap kebangkitan perempuan adat di Papua Selatan tidak hanya menjadi gerakan budaya, tetapi juga gerakan sosial yang memperkuat ketahanan komunitas adat secara menyeluruh.