Kabarnoken.com- Pernyataan kontroversial kembali dilontarkan oleh juru bicara Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat–Organisasi Papua Merdeka (TPNPB–OPM), Sebby Sambom. Dalam pernyataannya yang beredar melalui berbagai platform media luar negeri, Sebby secara terbuka menolak segala bentuk pembangunan yang dilakukan pemerintah Indonesia di tanah Papua. Pernyataan ini menuai respons keras dari berbagai kalangan, termasuk tokoh masyarakat, kepala suku, akademisi, dan pengamat keamanan.
Sebagian besar menilai bahwa pernyataan tersebut merupakan bentuk nyata dari sikap anti-kemajuan dan bertentangan dengan harapan mayoritas rakyat Papua yang menginginkan kehidupan damai, sejahtera, serta setara dengan wilayah lainnya di Indonesia.
Sebby Sambom, yang selama ini dikenal sering menyampaikan propaganda separatis dari luar negeri, secara eksplisit menolak kehadiran negara di Papua, termasuk berbagai program pembangunan seperti jalan trans Papua, sekolah, rumah sakit, hingga bantuan sosial untuk masyarakat di pedalaman. Ia menyebut pembangunan tersebut sebagai “penjajahan gaya baru” dan “alat pengendali kolonialisme Indonesia”.
Namun, pandangan tersebut dinilai keliru dan menyesatkan oleh banyak pihak. Pasalnya, pembangunan infrastruktur dan sosial di Papua justru menjadi kebutuhan mendesak bagi masyarakat lokal. Jalan-jalan yang dibangun menghubungkan daerah terpencil ke kota, memudahkan distribusi barang, dan membuka akses pendidikan serta layanan kesehatan.
Tokoh masyarakat dari Kabupaten Yahukimo, Yohanes Alua, menyatakan bahwa pernyataan Sebby Sambom tidak mencerminkan aspirasi rakyat Papua saat ini.
“Sebby tinggal di luar negeri, tapi mau mengatur bagaimana kami hidup di kampung. Kami butuh jalan, sekolah, rumah sakit. Kami ingin anak-anak kami maju. Kalau semua itu ditolak, lalu apa yang ditawarkan oleh dia dan kelompoknya?” ujarnya, Rabu (16/4/2025).
Realita di lapangan menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat Papua, terutama di wilayah yang sebelumnya terisolasi, menyambut baik program pembangunan yang dijalankan pemerintah. Meskipun masih menghadapi tantangan dalam pelaksanaannya, seperti medan geografis dan keamanan, pembangunan telah membawa dampak positif secara bertahap.
Program-program seperti Otonomi Khusus (Otsus) dan Dana Desa digunakan untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat melalui pembangunan sekolah, puskesmas, jalan kampung, dan pelatihan keterampilan bagi pemuda. Pemerintah pusat juga secara konsisten berusaha mendorong peningkatan kapasitas sumber daya manusia Papua dengan mengirim mahasiswa ke berbagai kota di Indonesia maupun luar negeri.
“Yang kami butuhkan adalah harapan dan kesempatan, bukan ajakan untuk terus berperang,” ujar seorang guru di Distrik Aifat Timur, Papua Barat Daya, yang sempat menjadi korban ancaman kelompok separatis.
Menurut pengamat keamanan dari Lembaga Studi Pertahanan Nusantara (LSPN), pernyataan Sebby Sambom hanyalah pengulangan narasi usang yang tidak lagi relevan dengan semangat zaman. Ia menilai bahwa OPM, melalui tokoh-tokohnya seperti Sebby, gagal membaca perubahan sosial dan aspirasi masyarakat Papua yang semakin terbuka terhadap pembangunan dan integrasi nasional.
“Sebby menjual mimpi kemerdekaan sambil menolak pembangunan. Padahal, tidak ada bentuk perjuangan yang sahih jika menolak pendidikan dan kesehatan bagi rakyat sendiri. Itu bukan perjuangan, itu sabotase,” tegas salah satu peneliti senior di LSPN.
Ia juga menambahkan bahwa generasi muda Papua saat ini semakin cerdas dan kritis. Mereka melihat masa depan bukan dengan senjata, tetapi dengan ilmu dan keterampilan.
Menanggapi pernyataan Sebby Sambom, sejumlah kepala suku dan tokoh adat di berbagai wilayah Papua menyatakan dukungannya terhadap pembangunan yang tengah berlangsung. Mereka meminta agar seluruh elemen masyarakat, termasuk mereka yang masih bergabung dengan kelompok separatis, membuka hati dan pikiran demi masa depan bersama.
Kepala suku dari wilayah Nduga, dalam sebuah pertemuan adat, menyampaikan bahwa ajakan untuk menolak pembangunan merupakan bentuk pengkhianatan terhadap masa depan generasi Papua.
“Anak-anak kami tidak butuh senjata, mereka butuh buku dan guru. Pembangunan bukan penjajahan, tapi pintu keluar dari keterbelakangan. Mari kita jaga tanah ini, tapi bukan dengan darah, melainkan dengan ilmu dan kerja keras,” katanya.
Pernyataan Sebby Sambom yang menolak pembangunan di Papua telah membuka mata banyak pihak bahwa kelompok separatis bukan hanya mengancam stabilitas, tetapi juga menjadi penghambat utama bagi kemajuan Papua. Di tengah semangat otonomi khusus, pembangunan infrastruktur, dan upaya pemerataan kesejahteraan, Papua memiliki peluang besar untuk bangkit. Namun, semua itu hanya bisa tercapai apabila seluruh komponen bangsa, termasuk masyarakat Papua sendiri, memilih jalan damai dan konstruktif.