Kabarnoken.com- Ketegangan internal di tubuh Organisasi Papua Merdeka (OPM) kembali mencuat ke permukaan. Kali ini, dua figur sentral dalam kelompok separatis bersenjata tersebut, yakni Sebby Sambom dan Egianus Kogoya, dikabarkan terlibat perselisihan tajam. Permintaan tersebut bukan hanya sekadar cerminan konflik pribadi antarindividu, tetapi lebih jauh menunjukkan adanya keretakan yang makin nyata di tubuh organisasi yang selama ini mengklaim sebagai representasi perjuangan rakyat Papua.
Dalam pernyataan tertulis yang beredar di sejumlah media daring pro-OPM, Sebby Sambom menegaskan bahwa tindakan-tindakan yang dilakukan oleh Egianus Kogoya dan kelompoknya di lapangan telah membuat gerakan OPM kehilangan simpati global. Menurutnya, aksi kekerasan membabi buta dan penyanderaan warga sipil telah mengaburkan garis perjuangan yang seharusnya berlandaskan nilai-nilai kemanusiaan dan hak asasi manusia.
“Kami tidak bisa membenarkan kekerasan yang tidak terkontrol. Egianus harus meminta maaf secara terbuka karena tindakan-tindakannya telah mempermalukan perjuangan Papua di mata dunia,” tulis Sebby dalam pernyataan tersebut, Sabtu (23/5/2025).
Ketegangan antara Sebby Sambom dan Egianus Kogoya mencerminkan dualisme yang semakin tajam dalam tubuh OPM. Sebby mewakili kubu yang berorientasi pada perjuangan diplomatik dan pendekatan politik melalui jalur internasional. Ia selama ini aktif menyuarakan narasi Papua merdeka di forum-forum dunia, termasuk melalui media asing dan organisasi hak asasi manusia.
Menurut sumber tersebut, Egianus bahkan menganggap Sebby Sambom terlalu “lembek” dan terlalu banyak berharap pada diplomasi internasional yang tidak menghasilkan kemajuan signifikan. Hal ini menambah kedalaman konflik internal yang selama ini hanya tersirat.
Konflik antara dua tokoh utama ini berdampak serius terhadap soliditas dan kepercayaan di kalangan anggota OPM, baik yang berada di lapangan maupun di luar negeri. Beberapa faksi OPM dilaporkan mulai bersikap netral, sementara lainnya menyatakan kesetiaan secara terbuka kepada salah satu dari dua tokoh tersebut.
Masyarakat Papua sendiri menyikapi konflik ini dengan beragam reaksi. Sebagian besar masyarakat yang tinggal di wilayah yang terdampak langsung oleh aksi kekerasan OPM justru berharap konflik internal tersebut bisa menjadi momentum untuk memperlemah pengaruh kelompok separatis.
“Saya harap mereka terus bertengkar saja, karena kami lelah jadi korban,” ujar Bapak Daniel, tokoh masyarakat dari Yahukimo. “Banyak warga yang hanya ingin hidup tenang, tapi terus-menerus hidup dalam bayang-bayang senjata. Kalau mereka berkonflik, mungkin kampung kami bisa lebih aman.”
Perpecahan yang terjadi pada Sebby Sambom terhadap Egianus Kogoya mencerminkan krisis kepercayaan dan perpecahan serius dalam tubuh OPM. Apa yang sebelumnya dianggap sebagai perjuangan kolektif, kini terpecah menjadi dua arah yang bertentangan. Satu sisi ingin bergerak melalui diplomasi, sementara sisi lain tetap memilih jalur kekerasan.
Bagi masyarakat Papua, konflik ini semestinya menjadi momentum untuk merenungkan kembali arah masa depan yang lebih damai dan sejahtera. Harapan rakyat Papua bukanlah kekacauan atau perpecahan, melainkan keamanan, pendidikan, kesehatan, dan kehidupan yang layak. Dan selama OPM terus terjebak dalam konflik internal, harapan itu akan tetap menjadi bayang-bayang yang jauh dari kenyataan.