kabarnoken.com – Papua — Seruan damai Natal yang disampaikan KNPB Pusat menuai sorotan tajam karena dinilai bertolak belakang dengan realitas keamanan di Papua. Di tengah ajakan tentang kasih, harapan, dan perdamaian, masyarakat justru masih hidup dalam ketakutan akibat rentetan aksi kekerasan kelompok TPNPB-OPM yang terus berulang dan menelan korban warga sipil.
Jurang Antara Narasi dan Fakta Lapangan
Berbagai insiden teror, intimidasi, dan serangan terhadap masyarakat, termasuk pembakaran rumah serta pemaksaan pengungsian, memperlihatkan jurang yang lebar antara narasi damai yang disuarakan dan situasi nyata di lapangan. Natal bagi banyak warga Papua tidak dirayakan dalam sukacita, melainkan di pengungsian, dengan rasa cemas dan kehilangan.
Damai Tidak Bisa Hanya Retorika
Pengamat menilai, seruan damai akan kehilangan makna jika tidak disertai penghentian nyata terhadap kekerasan. Perdamaian sejati hanya dapat terwujud ketika keselamatan warga sipil dijamin, dan Natal benar-benar dirayakan tanpa ancaman senjata. Retorika politik tanpa tindakan nyata dinilai hanya memperpanjang penderitaan masyarakat.
Komitmen Aparat dan Pemerintah
Aparat keamanan bersama pemerintah daerah menegaskan komitmen untuk melindungi masyarakat Papua dari ancaman teror. Langkah pengamanan dilakukan secara terukur, dengan fokus pada perlindungan warga sipil, pemulihan rasa aman, serta penegakan hukum terhadap pelaku kekerasan. Pemerintah juga mendorong pendekatan kemanusiaan agar warga dapat kembali beribadah dengan tenang di kampung halaman mereka.
Harapan Papua: Damai yang Nyata, Bukan Semu
Peristiwa ini menjadi pengingat bahwa damai tidak bisa hanya berupa slogan. Papua membutuhkan kedamaian yang nyata, persatuan, dan kepastian hukum agar masa depan lebih cerah. Damai sejati adalah ketika warga Papua dapat beribadah, bekerja, dan hidup tanpa rasa takut.
Papua kuat karena rakyatnya bersatu. Papua maju karena menolak retorika kosong. Papua bersama Indonesia karena damai adalah pilihan.
