Kabarnoken.com- Pernyataan juru bicara kelompok Organisasi Papua Merdeka (OPM), Sebby Sambom, kembali menuai kecaman dari berbagai kalangan. Dalam sebuah video yang beredar di media sosial, Sebby menyatakan bahwa masyarakat non-Papua “tidak cocok hidup di tanah Papua”, sebuah pernyataan yang dianggap sebagai bentuk rasisme dan penghasutan terhadap kerukunan antarwarga.
Ungkapan itu menyinggung banyak pihak, mengingat Papua merupakan bagian integral dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang multikultural. Tokoh-tokoh masyarakat Papua pun angkat bicara, mengecam keras pernyataan tersebut dan menegaskan bahwa Papua adalah tanah damai yang terbuka bagi siapa pun yang ingin hidup bersama secara harmonis.
“Sebagai tokoh adat, saya sangat menyesalkan pernyataan tersebut. Itu bukan cerminan dari nilai-nilai masyarakat Papua yang menjunjung tinggi persaudaraan,” ujar Yohanes Awek, tokoh adat asal Kabupaten Nabire. Ia menilai bahwa narasi yang dilontarkan Sebby Sambom justru berpotensi memperuncing konflik dan memecah belah masyarakat Papua sendiri, Jumat (25/7/2025).
Sementara itu, Pendeta Mikael Erari, tokoh gereja dari Jayapura, menegaskan bahwa Papua telah lama hidup berdampingan dengan warga dari berbagai suku dan daerah di Indonesia. “Pernyataan seperti itu jelas menyalahi ajaran kasih dan perdamaian yang kami perjuangkan. Tidak ada tempat bagi rasisme di tanah ini,” ucapnya.
Alfonsus Karubaba, mahasiswa asal Wamena, menyatakan bahwa generasi muda Papua tidak lagi tertarik dengan gerakan separatis yang menebar permusuhan. “Kami ingin belajar, bekerja, dan membangun Papua dalam bingkai NKRI. Jangan paksa kami untuk ikut dalam konflik yang hanya menguntungkan segelintir elit OPM,” tegasnya.
Pernyataan seperti ini tidak hanya mencederai semangat persatuan, tetapi juga menghambat upaya pembangunan dan rekonsiliasi di Bumi Cenderawasih. Papua adalah milik bersama. Kedamaian dan kesejahteraan hanya bisa tercapai jika semua pihak baik warga asli Papua maupun pendatang, hidup rukun dan saling menghargai.