Kabrnoken.com- Perwakilan demonstran dari Papua menemui Menteri Hak Asasi Manusia (HAM), Natalius Pigai, usai berunjuk rasa di depan Gedung Kementerian HAM.
Dalam demostrasi tersebut, para massa aksi meminta bertemu langsung dengan Pigai untuk menyampaikan tuntutan tanpa melalui perwakilan. Pertemuan tersebut akhirnya terjadi usai para massa aksi merobohkan pagar Gedung Kementerian HAM.
Tercatat ada tujuh tuntutan yang mereka sampaikan saat bertemu Pigai. Pertama, negara segera melakukan investigasi terhadap korban warga sipil dan tangkap serta adili pelaku pelanggaran HAM oleh militer Indonesia di Kabupaten Intan Jaya dan pada umumnya di seluruh Tanah Papua.
Kedua, negara segera bentuk tim investigasi independen terhadap kasus-kasus pelanggaran HAM sejak tahun 2018-2025 di Kabupaten Intan Jaya. Ketiga, negara segera mengembalikan warga sipil yang sedang mengungsi di hutan-hutan dan ke daerah lainnya yaitu di Timika, Nabire dan sekitarnya.
Keempat, mahasiswa dan pelajar Papua serta seluruh akar rumput rakyat Intan Jaya dengan tegas menolak penambangan emas di Blok B Wabu Kabupaten Intan Jaya milik PT Antam Tbk yang sedang dirancang. Kelima, negara segera tarik pos-pos militer yang ada di Distrik Hitadipa, Kampung Sugapa Lama, Kampung Jaindapa dan Kampung Titigi Kabupaten Intan Jaya.
Keenam, negara segera tarik militer nonorganik dari Kabupaten Intan Jaya dan di seluruh Tanah Papua. Ketujuh, negara segera hentikan pengiriman militer nonorganik di Kabupaten Intan Jaya dan seluruh Tanah Papua.
Merespons itu, Natalius Pigai, mengatakan, warga Papua berdemonstrasi meminta agar Kementerian HAM menyelidiki dan memantau untuk mengadili pelaku pelanggaran HAM di Papua khususnya di Intan Jaya.
Pigai mengatakan, penyelidikan dan pemantauan bukanlah wewenang dari Kementerian HAM, tetapi Komisi Nasional (Komnas) HAM. Sebab, klaim dia, telah tertera jelas di Undang-Undang.
“Karena itu, mereka harus menyampaikan kepada Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, untuk melakukan pemantauan dan penyelidikan atas peristiwa korban sipil yang meninggal karena akibat konflik,” kata Pigai kepada wartawan di Gedung Kementerian HAM, Jakarta Selatan, Rabu (4/6/2025).
Dia menjelaskan bahwa Kementerian HAM merupakan lembaga eksekutif yang tidak bisa masuk dalam ranah yudisial, sebagaimana yang bisa dilakukan oleh Komnas HAM.
Meski begitu, dia mengatakan untuk persoalan pengungsian warga akibat konflik merupakan salah satu dari tugas Kementerian HAM.
“Soal penanganan pengungsi, menjadi salah satu atensi kami, dan kami melakukan koordinasi dengan kementerian lembaga lain untuk melakukan resettlement maupun jugaa pemulihan-pemulihan pengungsi pasca korban,” tuturnya.
Pigai juga akan lebih memperhatikan perempuan dan anak yang menjadi korban konflik di Papua. Menurutnya, saat terjadi konflik, perempuan dan anak merupakan insan yang paling lemah. Oleh karena itu, harus diberikan perhatian lebih.
Dia juga menyoroti soal adanya dugaan operasi militer di Papua yang mengakibatkan adanya pelanggaran HAM. Pigai menyebut, hal itu harus dianalisis terlebih dahulu dan akan disampaikan kepada pihak internal pemerintahan.
Pigai menyebut, upaya pertahanan negara yang diterapkan di Papua merupakan kebijakan poltik tingkat tinggi.
“Kami akan melihat fakta, apakah benar fakta peristiwa dan informasi yang ada. Kemudian kami akan menyampaikan secara internal di lingkungan eksekutif,” tuturnya.
Di sisi lain, Pigai menyoroti soal Proyek Strategis Nasional (PSN) di Papua. PSN tersebut, kata Pigai, menjadi salah satu tuntutan dari para warga Papua. Mereka menolak proyek tersebut.
Pigai menjamin pihaknya sedang mempersiapkan standar pengelolaan PSN berbasis HAM. Terutama terkait dengan izin proyek dan partisipasi masyarakat.
“Masyarakat adat tidak boleh terpinggirkan. Kelestarian alam harus dijaga, dilestarikan, jadi bukan mendatangkan ancaman,” pungkasnya.