Kabarnoken.com- Gelombang kekerasan yang dilakukan oleh kelompok separatis bersenjata Organisasi Papua Merdeka (OPM) kembali menyasar warga sipil. Dalam beberapa bulan terakhir, tercatat sejumlah serangan bersenjata yang tidak hanya mengakibatkan jatuhnya korban jiwa, tetapi juga menciptakan ketakutan, pengungsian massal, dan gangguan serius terhadap aktivitas sosial masyarakat Papua.
Data yang dihimpun dari berbagai laporan resmi dan organisasi kemanusiaan menunjukkan bahwa kelompok OPM terus melakukan aksi kekerasan di sejumlah wilayah seperti Kabupaten Nduga, Intan Jaya, Puncak, dan Pegunungan Bintang. Serangan tersebut menyasar permukiman warga, fasilitas pendidikan, tenaga medis, bahkan pekerja proyek pembangunan infrastruktur pemerintah.
Kepolisian Daerah Papua menyampaikan bahwa dalam tiga bulan terakhir, sedikitnya 15 warga sipil meninggal dunia akibat kekerasan bersenjata oleh kelompok separatis. Di antara korban tersebut terdapat perempuan, anak-anak, dan guru yang tengah bertugas di wilayah pedalaman, Jumat (11/4/2025).
Aksi kekerasan tersebut tak jarang disertai dengan pembakaran rumah warga, penyanderaan, hingga ancaman terhadap tenaga pengajar dan tenaga kesehatan. Salah satu insiden yang menyita perhatian terjadi di Distrik Beoga, Kabupaten Puncak, di mana OPM membakar sekolah dan menembak seorang guru yang sedang mengajar. Akibatnya, ratusan warga terpaksa mengungsi ke lokasi yang lebih aman.
Tokoh masyarakat Papua, Pendeta Benny Giay, menyampaikan keprihatinannya atas situasi keamanan yang terus memburuk. Ia menyebut bahwa warga sipil saat ini berada dalam posisi yang sangat rentan. “Mereka tidak hanya menjadi korban fisik, tetapi juga mengalami trauma psikologis yang mendalam. Tidak ada tempat yang benar-benar aman bagi mereka,” ujarnya.
Sementara itu, Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) juga menyuarakan kekhawatiran atas dampak jangka panjang terhadap anak-anak Papua yang menjadi korban konflik. Ketua LPAI, Seto Mulyadi, menyebut bahwa ribuan anak kehilangan akses terhadap pendidikan, dan banyak dari mereka mengalami trauma akibat menyaksikan kekerasan secara langsung.
Masyarakat sipil dan berbagai organisasi kemanusiaan terus mendorong adanya dialog damai yang inklusif, melibatkan semua elemen masyarakat Papua, untuk menyelesaikan konflik yang telah berlangsung selama puluhan tahun tersebut. Mereka menegaskan bahwa kekerasan bukanlah jalan keluar, dan bahwa solusi damai serta keadilan sosial harus menjadi prioritas utama.